SUARA GARUT - Lebaran tanpa ketupat dan opor ayam rasanya tidak afdol, demikian kata sebagain orang.
Seakan menjadi makanan wajib, ketupat atau kupat memang hampir ditemukan di setiap kunjungan silaturahmi keluarga muslim yang merayakan hari raya, terutama Idul Fitri.
Konon menurut catatan sejarah, penganan yang satu ini telah ada sejak abad ke-15 pada masa kerajaan Demak. Dikaitkan juga dengan sosok waliyullah Sunan Kalijaga.
Secara etimologi, kata ketupat atau kupat berasal dari kata "ngaku lepat" yang artinya mengakui kesalahan. Jika dikaitkan dari budaya maaf memaafkan di hari raya, makna ini sangat tepat.
Baca Juga:Doddy Sudrajat Sindir H Faisal Lagi Soal Pencucian Uang: Maling Ngaku Penjara Penuh Kali
Bahkan ada makna yang lebih dalam lagi dalam budaya jawa yaitu berarti "laku papat" yaitu melakukan empat tindakan berupa Lebaran, Leburan, Luberan dan Laburan.
Arti sederhananya lebaran adalah selesainya puasa, laburan yaitu melebur dosa, luber artinya melimpah rejeki, dan melabur adalah membersihkan diri.
Masyarakat Indonesia memang termasuk penganut budaya kontek tinggi (high context culture) di mana ciri komunikasinya cenderung implisit, tidak langsung, non verbal dan penuh simbol.
Maka dari itu guna mengungkapkan perasaannya pada saat hari raya dibuatlah jenis makanan sebagai simbol tadi berupa ketupat yang disajikan pada moment yang tepat yaitu Lebaran.
Meski hanya terbuat dari janur dan beras,ternyata kedua bahan ketupat pun mengandung makna dalam.
Baca Juga:4 Fakta Drama Tangeum, Incar Lee Jae Wook dan Jo Bo Ah Sebagai Bintang Utama
Janur berasal dari bahasa Arab ja-a nur artinya telah datang cahaya. Sedangkan putihnya beras adalah lambang kesucian.
Terlepas dari benar tidaknya sejarah dan asal kata ketupat, ternyata filosofi hidup masyarakat kita menunjukkan nilai-nilai kebenaran. Dan itu semua adalah simbol kebaikan. (*)
Editor: Mustika Ati