SUARA GARUT - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU dan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah melakukan pertemuan langsung di Gedung PBNU Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat tiga hari lalu, 25 Mei 2023.
Pertemuan kedua organisasi Islam terbesa itu menjadi perhatian dari masyarakat umum. Karena keduanya organisasi merupakan panutan bagi bangsa Indonesia.
Sehubungan dengan memasuki tahun politik, kedua ormas tersebut seakan membahas sesuatu yang penting akan keberlangsungan bangsa Indonesia seperti dilansir dari NU Online.
Sanad yang Sama
Baca Juga:Intip Gaji Wabup dan ASN Rokan Hilir yang Ketahuan Berduaan di Hotel
Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah secara keilmuan dari Hadratussyekh Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan yang berguru kepada KH Sholeh Darat.
Walau demikian, NU dan Muhammadiyah memilih cara yang berbeda dalam implementasi keagamaannya. Namun begitu, hal tersebut tidak menjadi saling menyalahkan karena perbedaan adalah rahmat.
Sisi lain, pola NU lebih fokus pada penjagaan pola pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren sedangkan Muhammadiyah lebih fokus pada pendidikan umum seperti sekolah.
Sehingga hal tersebut bisa saling mengisi leading sektor kepemimpinan yang ada di Indonesia.
Pengayom Bangsa
Baca Juga:Lagi-lagi Karena Jalan Rusak di Sumsel, Seorang Ibu Digendong Melintasi Jalan Berlumpur
Memasuki tahun politik, dimana ada tiga hal yang menjadi fokus para elite ormas keagamaan tersebut. Yakni masalah ekonomi, politik, dan kepemimpinan moral yang dibingkai dengan tema moralitas bangsa.
Masalah yang di bahas pun dirasa biasa, namun hakikatnya sangat strategis, terlebih jika dikaitkan dengan wajah keindonesiaan kini.
Moral bangsa tidak bisa ditawar lagi, ajaran tentang baik dan buruk yang diajarkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia menjadi modal awal untuk menjaga stabilitas politik di tahun politik sekarang.
Walaupun di tataran elite, masih banyak pejabat yang suka mengumpat, hedonis, koruptif dan nyaris kehilangan sense of belongingnya.
Banyak kaum terpelajar menampakkan sikap kurang ajar, suka memilih kata atau diksi yang agitatif provokatif, kehilangan kharismanya, koruptif, dan sikap tidak terpuji lainnya.
NU dan Muhammadiyah mung berbeda pemikiran, berbeda ubudiyah-muamalah, namun keduanya tetap kompak dalam menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.(*)
Editor: Firman